“DIA
YANG MALANG”
Disuatu pagi yang begitu dingin
disertai angin yang berhembus kencang seakan-akan menembus tulang. Ada seorang
anak yang digendong ibunya berkeliling desa membawa suatu dagangan. Hatiku
seakan kasihan kepada orang tersebut dan kupanggil dia
“ mbak. . .mbak” ucapku
Dia pun menengok dan
menghampiriku,betapa kagetnya diriku melihatnya. Dia seperti teman saat SDku
dulu.
“ kamu nur ya” ucapku
“ iya, sepertinya aku mengenalmu”
ucapnya sedikit bingung
“ aku dwita, teman sd mu dulu”
“ oh dwita” ucapnya sedikit sedih
“ kenapa kamu sedih?” ucapku sambil
melihatnya
“ enggak kenapa-kenapa kok” ucapnya
sedih
“ tapi kamu terlihat sedih ,ada apa?
Cerita saja, oh ya ini siapa?” ucapku
“ aku sedih karena aku tak
seberuntung kamu. Ini anakku” ucapnya sedikit mengeluarkan air mata
“ ini anakmu?’’ ucapku sedikit kaget
“ iya ini anakku” ucapnya sedikit
mengeluarkan air mata
“ sudahlah,jangan menangis.jika kamu
siap ceritalah padaku” uacapku iba padanya
“ begini dulu pada saat aku smp, aku
disuruh nikah sama ibuku,setelah beberapa bulan aku menikah ibuku meninggal dan
suamiku mulai berubah. Dia selalu membentakku dan memukuliku, setelah itu kita
becerai dan jadi seperti inilah aku sekarang. Aku iri padamu padahal seharusnya
aku masih sekolah sepertimu” ucapnya sambil menangis
“ sudahlah mungkin itu sudah
kehendak yang diatas,semoga tuhan memberimu yang terbaik.” Ucapku sambl
merangkulnya
“ terima kasih ya dwita. Maukah kau
membeli daganganku ,aku belum
makan dari pagi” ucapnya sambil menunduk
“ kamu makan saja disini. Tunggu
sebentar aku ambilkan” ucapku sambil berlalu kedapur
“ terima kasih”
“ ini makanannya silahkan dimakan
dulu” ucapku sambil menyodorkan makanannya
Dia makan dengan lahapnya sampai aku
merasa kasihan kepadanya. Aku pun pergi edalam dan mengambil beberapa lembar
uang untuknya.
“ terima kasih atas makanannya”
ucapnya sambil tersenyum
“ iya sma-sama”
“ maaf aku telah merepotkanmu. Aku pamit
pulang dulu ya” ucapnya sambil beranjak berdiri
“ tidak apa-apa kok. Nih uang buat
kamu dan anakmu ini” ucapku sambil menyodorkan uang
“ terima kasih lagi dwita” uacapnya
sambil memegang tanganku
“ iya tidak apa-apa”
Dia pun berjalan pulang sambil
menggendong anaknya dan membawa dagangannya. Aku melihatnya dengan rasa yang
masih iba.
TAMAT